Kak Echo
Saturday, June 09, 2012
Kisah Istri yang 3 Bulan Tidak Mampu Memandang Wajah Suami Perkawinan
itu telah berjalan empat tahun, namun pasangan suami istri itu belum
dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok
belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya
ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik. Tanpa
sepengetahuan siapa pun, suami istri i......tu pergi ke salah seorang
dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab
mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara
sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang
istri untuk sembuh dalam arti tidak ada peluang baginya untuk hamil dan
mempunyai anak. Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan:
Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan
membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan
membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah
dari kaum laki-laki. Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan
panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda
jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia
tidak ada masalah apa-apa.” Kontan saja sang dokter menolak dan
terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter,
akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa
masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada
sang istri.
Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya
dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang
istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil
lab, lalu membaca dan menelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh,
kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan
tidak ada harapan bagimu untuk sembuh. Mendengar pengumuman sang
dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan
terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha
dan qadar Allah SWT. Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya,
dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia
tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.
Lima tahun berlalu
dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai
akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang
istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama
sembilan tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai
darimu, dan selama ini semua orang berkata: ”betapa baik dan
shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama
sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan
memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa
bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya
bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya,
sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku,
ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti …
dan mesti …”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di
hadapannya.
Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan
kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang
suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah
SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya. Beberapa hari
kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan
bahwa sang istri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut,
psikologis sang istri drop dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata
kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan
kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini
kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya
ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”. Sang istri pun
bedrest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya
berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga
engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?” kata sang istri. “Ya, saya akan
pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”
kata sang suami. Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke
tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan
dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur. Saat itu sang
istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami
apaan dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku
terkapar dalam ruang bedah operasi”. Operasi berhasil dengan sangat
baik.
Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya
tanda-tanda orang yang kelelahan. Ketahuilah bahwa sang donatur itu
tidak lain melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah
menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang
istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup
rapat rahasia tersebut.
Dan subhanallah … Setelah Sembilan bulan dari
operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri
tersebut, keluarga besar dan para tetangga. Suasana rumah tangga kembali
normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di
sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di
sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan
Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim. Pada
suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku
hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan.
Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut,
membuka-bukanya dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat
menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis
meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis
sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf kepada
suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan
menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulan sang
istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia
berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk
memandangnya sama sekali. ————————-
Note: Diterjemahkan secara
apa adanya dari kisah yang dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang
kemudian ia tulis dalam email dan disebarkan kepada kawan-kawannya.
Kiriman dari sdr. Adi Kent
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.