Kak Echo
Saturday, June 09, 2012
Malam sudah cukup larut, namun mata ini masih tak bisa terpejam. Semua
tugas-tugas kuliah sudah selesai, tak lupa kusediakan setengah jam
sebelum pukul 23.00 untuk membalas beberapa email yang baru sempat
terbaca malam ini. Nyaris saja kupilih menu ‘shut down’ setelah
sebelumnya menutup semua jendela di layar komputer, tiba-tiba muncul
alert yahoo masuknya email baru. “You have...... 1 new message(s)...”.
Seperti biasanya, aku selalu tersenyum setiap kali alert itu muncul,
karena sudah bisa diduga, email itu datang dari orang-orang, sahabat,
saudara, kerabat, intinya, aku selalu senang menunggu kabar melalui
email dari mereka. Tapi yang ini ... Ooopss ... ini pasti main-main ...
disitu tertulis “From: Muhammad Rasul Allah”
Walaupun sudah
seringkali menerima junkmail atau beraneka spam, namun kali ini aku
tidak menganggapnya sebagai email sampah atau orang sedang main-main
denganku. Maklum, meski selama ini sering sekali teman-teman yang
‘ngerjain’, tapi kali ini, sekonyol-konyolnya teman-teman sudah pasti
tidak ada yang berani mengatasnamakan Rasulullah Saw. Maka dengan
hati-hati, kuraih mouse-ku dan ... klik ...
“Assalamualaikum, Salam sejahtera saudaraku, bagaimana khabar imanmu hari ini ...
Kebaikan apa yang sudah kau perbuat hari ini, sebanyak apa perbuatan dosamu hari ini ...”
Aku tersentak ... degub di dada semakin keras, sedetik kemudian,
ritmenya terus meningkat cepat. Kuhela nafas dalam-dalam untuk melegakan
rongga dada yang serasa ditohok teramat keras hingga menyesakkan. Tiga
pertanyaan awal dari “Rasulullah” itu membuatku menahan nafas sementara
otakku berputar mencari dan memilih kata untuk siap-siap me-reply email
tersebut. Barisan kalimat “Rasulullah” belum selesai, tapi rasanya
terlalu berat untuk melanjutkannya. Antara takut dan penasaran bergelut
hingga akhirnya kuputuskan untuk membacanya lagi.
“Cinta
seorang ummat kepada Rasulnya, harus tercermin dalam setiap perilakunya.
Tidak memilih tempat, waktu dan keadaan. Karena aku, akan selalu
mencintai ummatku, tak kenal lelah. Masihkah kau mencintaiku hari ini?”
Air menetes membasahi pipiku, semakin kuteruskan membaca kalimat-kalimatnya, semakin deras air yang keluar dari sudut mataku.
“Pengorbanan seorang ummat terhadap agamanya, jangan pernah berhenti
sebelum Allah menghendaki untuk berhenti. Dan kau tahu, kehendak untuk
berhenti memberikan pengorbanan itu, biasanya seiring dengan perintah
yang diberikan-Nya kepada Izrail untuk menghentikan semua aktifitas
manusia. Sampai detik ini, pernahkah kau berkorban untuk Allah?”.
Kusorot ketengah halaman ....
“Sebagai Ayah, aku contohkan kepada ummatku untuk menyayangi anak-anak
mereka dengan penuh kasih. Kuajari juga bagaimana mencintai istri-istri
tanpa sedikit melukai perasaannya, sehingga kudapati istri-istriku
teramat mencintaiku atas nama Allah. Aku tidak pernah merasakan memiliki
orangtua seperti kebanyakan ummatku, tapi kepada orang-orang yang lebih
tua, aku sangat menghormati, kepada yang muda, aku mencintai mereka.
Sudahkah hari ini kau mencium mesra dan membelai lembut anak-anakmu
seperti yang kulakukan terhadap Fatimah? Masihkah panggilan sayang dan
hangat menghiasi hari-harimu bersama istrimu? Sudahkah juga kau menjadi
pemimpin yang baik untuk keluargamu, seperti aku mencontohkannya
langsung terhadap keluargaku?.
Satu hentakkan pagedown lagi ...
“Aku telah memberi contoh bagaimana berkasih sayang kepada sesama
mukmin, bersikap arif dan bijak namun tegas kepada manusia dari golongan
lainnya, termasuk menghormati keberadaan makhluk lain dimuka bumi.
Saudaraku ...”
Cukup sudah. Aku tak lagi sanggup meneruskan
rentetan kalimatnya hingga habis. Masih tersisa panjang isi email dari
Rasulullah, namun baru yang sedikit ini saja, aku merasa tidak kuat. Aku
tidak sanggup meneruskan semuanya karena sepertinya Rasulullah sangat
tahu semua kesalahan dan kekuranganku, dan jika kulanjutkan hingga
habis, yang pasti semuanya tentang aku, tentang semua kesalahan dan
dosa-dosaku.
Kuhela nafas panjang berkali-kali, tapi justru
semain sesak. Tiba-tiba pandanganku menjadi gelap, entah apa yang
terjadi. Sudah tibakah waktuku? Padahal aku belum sempat me-reply email
Rasulullah itu untuk memberitahukan kepada beliau bahwa aku tidak akan
menjawab semua emailku dengan kata-kata. Karena aku yakin, Rasul lebih
senang aku memperbaiki semua kesalahanku hari ini dan hari-hari
sebelumnya, dari pada harus bermanis-manis mengumbar kata memikat hati,
yang biasanya tak berketerusan dengan amal yang nyata.
Pandanganku kini benar-benar gelap, pekat sampai tak ada lagi yang bisa
terlihat. Hingga ... nit... nit... alarm jam tanganku berbunyi. 00.00
WIB. Ah, kulirik komputerku, kosong, kucari-cari email dari Rasulullah
di inbox-ku. Tidak ada. Astaghfirullaah, mungkinkah Rasulullah manusia
mulia itu mau mengirimi ummatnya yang belum benar-benar mencintainya ini
sebuah email? Ternyata aku hanya bermimpi, mungkin mimpi yang berangkat
dari kerinduanku akan bertemu Rasul Allah. Tapi aku merasa berdosa
telah bermimpi seperti ini. Tinggal kini, kumohon ampunan kepada Allah
atas kelancangan mimpiku. Wallahu ‘a’lam bishshowaab
Oleh : Bayu Gautama
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.