Kak Echo
Saturday, June 09, 2012
Wanita paruh baya itu berperawakan pendek dan sedikit gemuk. Beberapa
helai uban turut menghiasi mahkota kepalanya yang diikat dengan penjepit
rambut. Namun raut wajah bulat telur itu seakan tak pernah sekalipun
terlihat cemberut. Ia selalu tampak riang, sehingga menyembunyikan
parasnya yang jelas telah digurati keriput.
Wanita itu memang
tidak terlalu renta, tetapi kekuatan dan kegesitan di masa mudanya
niscaya telah direnggut usia. Karenanya, percayakah bahkan dari dirinya
pun akan ada sebuah pelajaran tentang makna cinta?
Selalu…
Sabtu adalah hari yang ditunggu. Hari di mana nafas bisa dihela dengan
panjang, dan sejenak mengistirahatkan raga dari rentetan kesibukan yang
melelahkan. Saatnya pula untuk menikmati kebersamaan dengan seisi
anggota keluarga. Sehingga, berbelanja di sebuah supermarket dekat rumah
pun menjadi hiburan yang tak kalah meluahkan kebahagiaan.
Namun sepertinya tidak bagi wanita itu. Bagaikan tak mengenal hari
libur, nyaris setiap waktu sosoknya selalu kutemui di sekitar kokusai
kouryuu kaikan serta kampus.
Layaknya hari kerja, dikemasnya
sampah-sampah yang berserakan serta dipisahkan antara yang terbakar dan
tidak. Lantas ditaruhnya pada plastik yang berbeda warna. Sebentar
kemudian diambilnya kain untuk mengelap kursi dan meja. Tak lupa, dengan
vacuum cleaner dibersihkannya juga permukaan lantai. Setelah selesai ia
segera beranjak ke toilet, lalu dengan mengenakan sarung tangan plastik
dibersihkannya bekas kotoran manusia tersebut tanpa raut muka jijik.
Ia seperti tak peduli rasa lelah atau letih, walaupun terlihat pakaian
seragam cleaning service biru mudanya telah basah bersimbah keringat.
Tak juga kepenatan menyurutkan keramahannya untuk bertegur sapa dengan
siapa saja saat bertemu muka.
Wanita itu entah siapa namanya.
Hanya dengan panggilan obachan ia biasa disapa. Saat bersua denganku,
juga selalu disempatkannya bertanya kabar. Bahkan ia pernah bercerita
panjang lebar tentang anak-anak serta cucunya karena sering melihatku
berjalan-jalan dengan keluarga. Beberapa kali pula saat usai kerja
kulihat ia sedang berbelanja, masih lengkap dengan seragam biru mudanya.
Lantas ditaruh barang-barang tersebut dikeranjang, dan perlahan
dikayuhnya pedal sepeda tua untuk beranjak pulang.
Entahlah,
rasanya tak ada perasaan iri dihatinya saat di hari libur ia ternyata
harus bekerja, sementara aku justru berleha-leha. Ia bahkan tetap saja
semangat bekerja dengan penuh suka cita. Begitu pula dengan obachan dan
ojichan lain yang pernah kutemui, mereka selalu asyik menikmati
pekerjaannya. Mencabut rumput liar di pekarangan kampus ketika musim
panas, menyapu jalanan dari daun yang berserakan pada musim gugur,
bahkan dengan bersusah payah turut menyerok tumpukan bongkahan salju di
musim dingin.
Terlihat betapa bergairahnya mereka ketika memang
waktunya harus bekerja. Gairah dalam bentuk kesungguhan dalam menekuni
apapun jenis pekerjaan, yang mungkin tak dipandang orang walau dengan
sebelah mata. Karenanya, tak terdengar ngalor-ngidul obrolan hingga jam
istirahat tiba untuk sejenak melepaskan lapar dan dahaga. Berselang satu
jam kemudian, mereka akan kembali sibuk menekuni pekerjaannya.
Senantiasa egitu, dari waktu ke waktu.
Rutinitas mereka mungkin
tidaklah istimewa. Bekerja demi memperoleh sedikit nafkah atau sekedar
menghabiskan waktu luang, tentu lebih baik dari bermalas-malasan di
rumah. Terlebih-lebih itu adalah pekerjaan kasar, bukan kerja kantoran
yang menyenangkan dengan penyejuk atau pemanas ruangan.
Lalu
mengapa mereka selalu saja bekerja seolah tak pupus oleh lelah? Bahkan
bekerja bagaikan sebuah energi yang tak kunjung padam, mengalir dalam
pembuluh darah serta menggerakkan jiwa dan raganya.
Sekejap akupun tepekur, kemudian mahsyuk merenung…
Dan kulihat ada gairah membara yang berpendar dari balik kerut-merut
kelopak mata tua itu. Seolah sinar matanya menyiratkan pesan agar
bekerjalah dengan cinta. Karena bila engkau tiada sanggup, maka
tinggalkanlah. Kemudian ambil tempat di depan gapura candi untuk meminta
sedekah dari mereka yang bekerja dengan suka cita. (Kahlil Gibran).
Wallahu a’lamu bish-shawaab.
-Abu Aufa- Resensi.net
Catatan:
- Kokusai kouryuu kaikan: International House
- Obachan: wanita berumur, setengah tua
- Ojichan: pria berumur, setengah tua
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.