Responsive Banner design

Selamat datang

Bantu like bos...

Arsip Blog

Perbedaan pedagang dan pengusaha

Perbedaan pedagang dan pengusaha biasanya dianggap tidak ada perbedaannya oleh sebagian orang. Namun, sebenarnya pedagang dan pengusaha memiliki banyak sekali perbedaannya. Salah satunya adalah pengusaha umumnya akan berpikir mengenai usahanya secara jangka panjang. Sedangkan, umumnya pedagang hanya menginginkan dagangannya untuk laku dan mendapatkan untung saja.

Apa Itu Pedagang dan Apa Itu Pengusaha?
Sebelum dijelaskan mengenai apa perbedaan pedagang dan pengusaha, terlebih dahulu mari cari tahu apa itu pedagang dan pengusaha.

Pedagang adalah seseorang yang menjual suatu barang dengan menginginkan akan mendapatkan untung. Hal itu bukan berarti bahwa pengusaha tidak menginginkan untung ya.
Cara kerja pedagang adalah mereka akan mencari barang yang memiliki harga lebih murah dan akan dijual lagi dengan selisih harga. Contohnya saja seorang pedagang yang membeli buku seharga 10 ribu rupiah, maka ia bisa menjualnya menjadi 15 ribu rupiah. Begitulah cara kerja pedagang pada umumnya.

Sedangkan pengusaha adalah orang yang membuat suatu usaha yang belum ada menjadi ada. Seorang usaha umumnya akan mencari sebuah peluang usaha yang biasanya belum banyak ada di sekitarnya.
Seorang pedagang akan mencari untung untuk saat itu juga. Caranya pun dengan menjual suatu barang dengan selisih harga. Sedangkan cara pengusaha mencari untung adalah dengan membangun usaha yang belum ada sehingga akan menghasilkan sesuatu dan bisa dibuat menjadi untung. Begitulah cara mencari untung dari pedagang dan pengusaha yang bisa dibilang sangat berbeda bukan.

Seorang pengusaha juga akan memiliki keinginan untuk selalu membuat usahanya lebih maju. Para pengusaha akan membuat strategi untuk pemasaran agar produknya bisa dikenal luas oleh masyarakat. Sedangkan bagi pengusaha, jika dagangan mereka untung itulah salah satu tujuan mereka, tanpa mereka memikirkan suatu strategi. Semakin banyak pembeli di tempat usaha mereka, semakin banyaklah untung yang mereka dapat.

Pengusaha akan memiliki risiko investasi yang lebih besar daripada yang ditanggung oleh pedagang. Sebab pengusaha belum tentu bisa mendapatkan untung mereka saat itu juga. Lain halnya dengan pedagang yang bisa meraih untung setelah barang dagangan mereka laku.

Seorang pengusaha biasanya akan mempunyai mental yang sangat kuat dan juga tahan banting. Pengusaha juga telah terbiasa mengahdapi tekanan fisik maupun psikis. Hal itu disebabkan seorang pengusaha bisa saja mengalami kegagalan yang besar saat usahanya belum bisa diterima oleh masyarakat.

Mental antara pedagang dan pengusaha bisa menjadi salah satu perbedaan terbesar diantara mereka.
Berikut Faktor Pembeda Seorang Pedagang dan Pengusaha
Berikut ini faktor yang bisa menjadi pembeda antara pedagang dan pengusaha.

1. Perencanaan
Perbedaan pedagang dan pengusaha yang pertama bisa dilihat dari perencanaannya. Seorang pengusaha pasti akan merencanakan usahanya dalam jangka pendek, jangka menengah dan juga dalam jangka panjang. Hal itu dilakukan agar usaha yang dilakukannya bisa dilaksanakan dengan jelas. Jelas dalam maksud kapan barang akan habis maupun kapan harus memasang modal lagi. Hal itu dilakukan agar pengusaha itu tidak akan mengalami kerugian.

Sedangkan bagi pedagang, umumnya mereka tidak terlalu mementingkan sebuah perencanaan. Bagi pedagang jika dagangannya laku mereka sudah sangat senang. Sehingga tidak ada pemantauan yang detail terhadap keuntungannya seperti yang dilakukan oleh seorang pengusaha.

2. Pemasaran
Perbedaan pedagang dan pengusaha yang kedua adalah dari segi pemasarannya. Baik pedagang dan juga pengusaha sama-sama melakukan pemasaran. Namun, strategi dan cara pemasarannya cukup berbeda.

Seorang pengusaha lebih berpikir bagaimana cara memasarkan usahanya dengan mempercantik kemasan dari produknya agar menarik bagi banyak orang. Selain itu pengusaha juga akan mencari tempat yang dianggap bagus untuk menjual produk dari usahanya.

Sedangkan bagi seorang pedagang dalam memasarkan produknya hanya dilakukan di satu tempat saja. Selain itu, pedagang juga umumnya memasarkan dagangannya dengan tenaga yang banyak seperti dengan berteriak-teriak.

3. Perbendaharaan
Perbedaan pedagang dan pengusaha yang terakhir adalah dalam hal perbendaharaannya. Seorang pedagang dan pengusahah akan selalu mencatat pemasukan dan pengeluaran yang dilakukannya. Namun, seorang pengusaha lebih detail saat mencatat pemasukan dan pengeluarannya. Seorang pengusaha juga akan mengamati usahanya apakah telah berkembang dengan baik melalui sebuah grafik.

Bagi kalian yang ingin memulai usaha lebih baik mulai sekarang kalian mulai merencanakan usaha apa yang ingin kalian lakukan. Jangan lupa juga untuk mengetahui sasaran pemasaran dari usaha kalian agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Informasi di atas semoga bermanfaat bagi kalian yang sedang mencari perbedaan pedagang dan pengusaha.

Cheers,
Kevin Jonathan

Membentuk Pola fikir

Membentuk Pola Pikir

Hal "Buruk" dapat diubah menjadi hal yang baik, it's all about our Mindset.

Pada tahun 1892, Toko Buah Yu mengangkut 50 keranjang nanas dari Laiyang ke Shanghai. Krn perjalanan yang jauh maka nanas-nanas membusuk dan dibuang.

Di seberang Toko Buah Yu ini ada toko kecil dihuni sepasang suami istri yang tidak memiliki sesuatu untuk dimakan dan segera memungut nanas yang dibuang itu. Nanas dikupas, dipotong kecil-kecil dan dijualnya.

Bisnis ini berjalan lancar. Suami istri ini membeli nanas busuk dari Toko Yu. Toko Yu dengan senang hati menjual murah.

Nanas itu dipilah dan diproses jadi kue dodol nanas dan terjual laris. Dalam waktu singkat kue dodol nanas ini jadi makanan khas daerah Tiongkok Selatan dan sampai ke kerajaan.

Pemilik Toko Yu iri. Yu tahu bhw kue dodol nanas itu terbuat dr nanas busuk (sisa) yang dia jual. Malam harinya Yu menulis “Tian Zhi Dao” (Langit Tahu) lalu menempelnya di pintu toko kue dodol nanas.

Esoknya suami istri itu melihat tulisan ini. Mereka terperanjat, tahu kalau ada orang yang ingin merusak bisnis mereka. Suami tertawa dan berucap, “Kita kebetulan sedang berpikir mencari nama toko, hari ini ada orang yg menuliskan nama toko dan mengirimnya ke depan pintu, itu bagus sekali." Kaisar juga pernah memakan kue dodol nanas tokoku, Kaisar adalah Putra Langit pada masa itu, jadi sdh seharusnya kalau memakai nama ‘Tian Zhi Dao’. Oke, saya gunakan ini sebagai nama toko !”

Dampaknya bisnis kue dodol nanasnya jadi semakin melejit. Yu jadi semakin berang. Lalu Yu dgn liciknya melukis di dinding toko itu seekor kura-kura yang menyembunyikan kepala di dalam tempurung dengan disertai tulisan: “Tidak tahu malu”

Keesokan harinya, melihat lukisan kura-kura ini, sepasang suami istri itu terdiam, namun sejenak kemudian berucap secara bersamaan, “Kita gunakan gambar kura-kura ini sebagai logo produk. Kue dodol nanas dapat menyembuhkan batuk dan memperpanjang usia. Kura-kura adalah hewan yang panjang usianya.”

Sejak itu, logo kura-kura jadi logo yg terkenal di Shanghai.

Dari kisah ini, kita dapat mengambil pelajaran tentang kekuatan pikiran.
Seseorang yang bijak akan mampu mengubah hinaan, kegagalan, dan kekecewaan, menjadi sebuah motivasi hidup yang membawa kesuksesan.

Positive thinking istilah kerennya, berprasangka baik terhadap takdir hidup yang diberikan oleh Tuhan akan membawa rejeki yang datang dari tempat tidak terduga.

Www.duta-paytren.com

Banggalah jadi pengusaha

BANGGALAH JADI PENGUSAHA YANG BERMANFAAT & MENGAYAKAN

Seperti yang pernah Saya paparkan di buku hitam,
"Tidak ada yang lebih mulia antara pengusaha dan karyawan kecuali mereka yang bertaqwa kepada-Nya"
Karenanya, jika saat ini Anda sudah jadi pengusaha, jangan songong dan merasa bahwa diri Anda paling mulia. Alasannya mentang2 bisa menggaji karyawan dan bermanfaat bagi banyak orang. Lha iya kalau Anda pengusaha sukses dan kaya beneran, boleh2 saja Anda mengatakan demikian. Tapi ingat, indikator kemuliaan bukanlah kesuksesan atau kekayaan, melainkan ketaqwaan.

Dan bagi Anda yang masih jadi karyawan, jangan berkecil hati. Karena kalau ibadah Anda lebih joss daripada mereka pengusaha yang menghalakan segala cara, makan harta riba, suap menyuap, dan melupakan Allah, bisa jadi Anda lebih mulia dari mereka.

Oh ya, ngomong2 soal karyawan, Saya pribadi pernah jadi karyawan selama 2 tahun di perusahaan konsultan pendidikan. Saya menikmati proses "ngaryawan" dan mensyukurinya, sebelum akhirnya memutuskan full time jadi pengusaha.
Ya, Saya lebih memilih untuk meninggalkan tempat kerja saat itu walaupun gaji yang Saya dapat lumayan besar untuk menghidupi kehidupan. Sejak saat itu, Saya kerja di perusahaan kecil, sebagai CEO (Chief Everything Officer) di perusahaan Saya sendiri. Hehe
Mungkin orang di luar sana ada yang bangga bergaji besar dan kerja di perusahaan ternama. Tapi Saya pribadi lebih memilih berkarir sebagai pengusaha dengan ketidakpastian gaji setiap bulan. Apakah Anda juga begitu?

Sadarlah, di saat Anda putuskan jadi pengusaha, di saat itu pula Anda putuskan untuk jadi orang besar. Maksudnya?
Selain Anda berjiwa besar karena siap menerima segala kenyataan dan kemungkinan buruk di bisnis, Anda pun siap2 mendapatkan penghasilan besar dan kerugian besar. Nah, lho...
Memilih profesi pengusaha dan karyawan adalah pilihan hidup. Jangan pernah sesali apa yang sudah kau putuskan.

Nikmati prosesnya, rasakan hasilnya. InsyaAllah, hasil yang didapat akan sesuai dengan keringat yang dikeluarkan.

Kisah anak 8 tahun pembunuh preman

ARIF UMUR 8 TaHuN MEMBUNUH PREMAN .
KISAH NYATA ARIF SI NARAPIDANA CILIK YANG CERDAS (8 Tahun)

Terus terang, meski sudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal di LP, pengalaman kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol langsung dengan seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana.

Dengan jantung dag dig dug, pikiran saya melayang-layang mengira-ngira gambaran orang yang akan saya temui. Sudah terbayang muka keji Hanibal Lecter, juga penjahat-penjahat berjenggot palsu ala sinetron, dan gambaran-gambaran pembunuh berdarah dingin lain yang sering saya temui di cerita TV.

Well, akhirnya setelah menunggu sekian lama berharap-harap cemas, salah satu sipir membawa seorang anak kehadapan saya.Yup, benar seorang anak berumur 8 tahun. Tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa dengan wajah yang diliputi senyum malu-malu. Matanya teduh dengan gerak-gerik yang sopan.

Saya pun membaca berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu. Sebelum masuk penjara ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara menggambar, jago bermain suling, juara mengaji dan azan di tingkat anak-anak.

Kemampuan berhitungnya lumayan menonjol. Bahkan dari balik sekolah di dalam penjara pun nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat provinsi. Lantas kenapa ia sampai membunuh? Dengan rencana pula?

Kasus ini terjadi ketika Arif sebut saja nama anak ini begitu, belum genap berusia tujuh tahun.Ayahnya yang berdagang di sebuah pasar di daerah bekasi, dihabisi kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar belakangnya karena si ayah enggan membayar uang 'keamanan' yang begitu tinggi.

Berita ini rupanya sampai di telinga Arif. Malam esok harinya setelah ayahnya dikebumikan ia mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan pisau dapur ia menantang orang yang membunuh ayahnya.
"Siapa yang bunuh ayah saya!" teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu.
"Gue terus kenapa?" ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut gelak tawa di belakangnya.
Tanpa banyak bicara anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke perut si preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu jatuh tersungkur ke tanah. Arif pun langsung lari pulang ke rumah setelahnya. Akhirnya selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke kantor polisi.

"Arif nih sering bikin repot petugas di Lapas!" ujar kepala lapas yang ikut menemani saya mewawancarai arif sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan caranya pun menurut saya tergolong ajaib.

Pelarian pertama dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun. Setiap pagi sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil kebersihan. Sadar akan hal ini, diam-diam Arif menyelinap ke dalam salah satu kantung sampah. Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil keluar dari penjara.

Pelarian kedua lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca artikel tentang fermentasi makanan tape (ingat lho waktu wawancara usianya baru 8 tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung udara panas yang bersifat destruktif terhadap benda keras.

Kebetulan pula di Lapas anak ini disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap disediakan tape, arif selalu berpuasa karena jatah tape itu dibalurkannya ke dinding tembok sel tahanannya. Hasilnya setelah empat bulan, tembok penjara itu menjadi lunak seperti tanah liat. Satu buah lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk arif. Ia keluar penjara ke dua kalinya.
Pelarian ke tiganya dilakukan ala Mission Imposible. Arif yang ditugasi membersihkan kamar mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang berfungsi sebagai pegangan ember itu di simpan di dalam kamarnya. Tahu bahwa dirinya sudah diawasi sangat ketat, Arif memilih tempat persembunyian paling aman sebelum memutuskan untuk kabur.

Ruang kepala Lapas menjadi pilihannya. Alasannya jelas, karena tidak pernah satu pun penjaga berani memeriksa ruang ini. Ketika tengah malam ia menyelinap keluar dengan menggunakan besi pegangan ember untuk membuka pintu dan gembok. Jangan Tanya saya bagaimana caranya, pokoknya tahu-tahu ia sudah di luar. 3-0 untuk Arif.

Lantas kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di sebuah kepala bocah.Pelarian-pelariannya didorong dari rasa kangennya terhadap ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah sang ibunda tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang-numpang mobil Omprengan dan juga berjalan kaki sekian kilometer dengan satu tujuan, pulang!
Karena itu pula pada pelarian Arif yang ketiga, kepala Lapas yang juga seorang ibu ini meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Arif. Hasilnya dua hari kemudian Arif kembali lagi ke lapas sambil membawa surat untuk kepala Lapas yang ditulisnya sendiri.

* Ibu kepala Arif minta maaf, tapi Arif kangen sama ibu Arif. * Tulisnya singkat.

Seorang anak cerdas yang harus terkurung dipenjara. Tapi, saya tidak lantas berpikir bahwa ia tidak benar-benar bersalah dan harus dibebaskan. Bagaimanapun juga ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Tapi saya hanya berandai-andai jika saja, kebijakan bertindak cepat menangkap pembunuh si ayah (secepat polisi menangkap si Arif) pastinya saat ini anak pintar dan rajin itu tidak akan berada di tempat seperti ini. Dan kreativitasnya yang tinggi itu bisa berguna untuk hal yang lain.
Sayangnya si Arif itu cuma anak pedagang sayur miskin sementara si preman yang dibunuhnya selalu setia menyetor kepada pihak berwajib setempat. Itulah yang namanya keadilan di negeri ini!

Sumber : KASKUS
Mohon like dan sebarkan [SHARE] sampai kepada Presiden!!
Penulis: Lars Fredick Sugandha

Kisah keledai, ayam dan anjing

Suatu hari di sebuah peternakan, hiduplah seekor keledai yang merana. Keledai ini dimiliki oleh seorang majikan yang kejam. Setiap hari, si majikan tak pernah luput mencambuk si keledai, meskipun hewan itu tidak bersalah. Karena tidak tahan dengan perlakuan kejam ini setiap hari, si keledai memutuskan untuk lari.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan anjing yang juga diusir pemiliknya karena dianggap tidak berguna. Mereka berdua memutuskan untuk berjalan bersama. Tak lama kemudian, mereka melihat seekor ayam yang hendak di sembelih. Karena kasihan melihat nasib si ayam, mereka mmutuskan untuk melepaskan ayam dari kandangnya dan bertiga berjalan ke kota Bremen, yang lebih besar dari desa mereka.

Lama dalam perjalanan, tiga sekawan ini kelaparan dan kehausan. Namun apa daya, tidak ada apapun yang bisa dimakan atau diminum di sekitar mereka. Bahkan sungai kecil yang biasanya berair jernih pun siang itu tampak kering kerontang.

"Aduh, aku lapar sekali!" Seru si Keledai."Dan aku haus!" Sahut si anjing. "Aku lapar dan haus!" Sahut si ayam pula. Mereka pun terduduk dengan lesu di sisi pintu masuk kota Bremen. Tak lama kemudian mereka menagis bersama.tak disangka, suara tangisan mereka terdengar bagaikan musik! Penduduk kota mulai berkumpul dan melemparkan uang pada tiga sekawan ini. Maka ketiga sekawan ini memperoleh cukup uang untuk membeli makan dan minum. Sejak saat itu, mereka menyanyi bersama dan dikenal sebagai Pemusik dari Bremen. Nyanyian mereka terkenal dan orang - orang berdatangan ke Bremen hanya untuk melihat mereka bernyanyi.

Ketiga sekawan ini menjadi sombong dan masing - masing menganggap dirinyalah yang paling penting. Ayam berkata, "Kokokan ku lah yang paling mereka kagumi. Kokokanku terdengar berwibawa dan membangkitkan semangat!" Keledai mendengus, "Huh, ringkikankulah yang paling merdu, ditambah detuman kakiku, sangat menggetarkan hati!" Anjing menyahut, "Kalian salah! Lolongankulah yang membuat mereka terkagum - kagum!" Ketiga sahabat itu bertengkar dan berdebat. Akhirnya mereka memutuskan agar besok, masing - masing tampil bergiliran untuk melihat siapa yang paling disukai.

Maka esoknya, pergilah mereka ke lapangan kota tempat biasanya mereka bernyayi. Ayam mendapat giliran pertama untuk tampil. Ayam berkokok penuh semangat dan mengepakkan sayapnya. Tapi tak seorangpun menghiraukan aksinya! Ayam pun kelelahan dan terduduk.
Kini anjing mendapat giliran tampil. Ia melolong sekuat tenaganya. Penduduk kota merasa kesal dengan lolongan si anjing dan mulai mencemoohmya. Anjing putus asa dan segera menghentikan aksinya.

Terakhir giliran keledai. Ia pun segera meringkik - ringkik sambil menyepakkan kaki. Penduduk kota menjadi ketakutan dan segera menyingkir dari lapangan tersebut. Lapangan pun menjadi sepi dan ketiga sekawan itu terduduk dengan kecewa.
Keledai angkat bicara, "Ternyata kita salah, teman - teman. Tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk diantara kita. Kita harus berkerja sama agar bisa bernyanyi dengan baik." Kedua kawannya mengangguk dan mereka pun mulai bernyanyi bersama lagi, hingga penduduk kota kembali berkumpul mendengar mereka bernyanyi.

Apakah sekolah kita sudah beradab

*APAKAH SEKOLAH KITA SUDAH "BERADAB"?*
(Irfan Amalee)

Setahun terakhir ini saya terlibat membantu program _Teaching Respect for All UNESCO_. Saya juga membantu sejumlah sekolah agar menjadi sekolah _welas asih_ (compassionate school). Dua hal di atas membawa saya bertemu dengan sejumlah sekolah, pendidik, hingga aktivis revolusioner dalam menciptakan pendidikan alternatif. Di benak saya ada satu pertanyaan: sudah se- "compassionate" apa sekolah kita? Sejauh mana sekolah menumbuhkan sikap _respect_ pada siswa dan guru, serta semua unsur di lingkungan sekolah? Karena _compassion_ (welas asih) dan _respect_ (sikap hormat dan empathy) adalah bagian dari _adab_ (akhlak) maka pertanyaannya bisa sedikit diubah dan terdengar kasar: *sudah seber-adab apakah sekolah kita?*

Rekan saya melakukan sebuah experimen yang menarik. Dia berkunjung ke *SD Ciputra*, sekolah milik peniputra yang menekankan pada *karakter*, *leadership* dan *entrepreneurship* serta memberi penghargaan pada *keragaman agama dan budaya*. Pada kunjungan pertama rekan saya itu datang dengan baju necis menggunakan mobil pribadi. Di depan gerbang Pak Satpam langsung menyambut hangat, "Selamat datang, ada yang bisa saya bantu?" Rekan saya menjawab bahwa dia ingin bertemu dengan kepala sekolah, tetapi dia belum buat janji. Dengan sopan Pak Satpam berkata, "Baik, saya akan telepon Pak Kepala Sekolah untuk memastikan apakah bisa ditemui, bapak silakan duduk, mau minum kopi atau teh?" Pelayanan yang begitu mengesankan!

Di waktu lain, rekan saya datang lagi, dengan penampilan yang berbeda. Baju kumal, dengan berjalan kaki. Satpam yang bertugas memberikan sambutan yang tak beda dengan sebelumnya, diperlihakan duduk dan diberi minuman. Saat berjalan menuju ruang Kepala Sekolah, Satpam mengantarkan sambil terus bercerita, menjelaskan tentang sekolah, bangunan, serta cerita lain seolah dia adalah seorang _tour guide_ yang betul menguasai medan. Bertemu dengan Kepala Sekolah tak ada birokrasi rumit dan penuh suasana kehangatan. Padahal rekan saya itu bukan siapa-siapa, dan datang tanpa janjian sebelumnya. Melatih Satpam menjadi sigap dan waspada adalah hal biasa. Tetapi menciptakan Satpam dengan perangai mengesankan pastilah bukan kerja semalaman. Pastilah sekolah ini punya komitmen besar untuk menerapkan *karakter luhur* bukan hanya di buku teks dan di kelas. Tapi semua wilayah sekolah, sehingga saat kita masuk ke gerbangnya, kita bisa merasakannya. Itulah _hidden curriculum, culture_.

Di kesempatan lain, saya bersama rekan saya itu berkunjung ke sebuah sekolah Islam yang lumayan elit di sebuah kota besar (saya tidak akan sebut namanya). Di halaman sekolah terpampang baliho besar bertuliskan, *"The most innovative and creative elementary school"* sebuah  penghargaan dari media-media nasional. Dinding-dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang menjuarai berbagai lomba. Ada dua lemari penuh dengan piala-piala. "Pastilah sekolah ini sekolah luar biasa," gumam saya. Kami berjalan menuju gerbang sekolah menemui Satpam yang bertugas. Setelah kami mengutarakan tujuan kami ketemu Kepala Sekolah, Satpam itu dengan posisi tetap duduk menunjuk posisi gerbang dengan hanya mengatakan satu kalimat, _"Lewat sana"_. Kami masuk ke sekolah tersebut. Di tangga menuju ruangan Kepala Sekolah, ada seorang ibu yang bertugas menjadi _front office_ menghadang kami dengan pertanyaan, _"Mau kemana?"_ dengan wajah tanpa senyum. Saat tiba di ruangan Kepala Sekolah, kebetulan saat itu mereka sedang rapat. Sehingga kami harus menunggu sekitar 45 menit. Selama kami duduk, berseliweran guru datang dan pergi tanpa ada ada yang menghampiri dan bertanya, _"Ada yang bisa saya bantu?"_ Akhirnya Kepala Sekolah mempersilakan kami untuk masuk ke ruangannya. Baru ngobrol sebentar, tiba- tiba seseorang di luar membuka pintu dan memasukkan kepalanya menanyakan sesuatu kepada Kepala Sekolah yang tengah mengobrol dengan kami. Tak lama dari itu tiba-tiba seorang guru masuk lagi langsung minta tanda-tangan tanpa peduli bahwa kami sedang mengobrol. Karena kesal, akhirnya Kepala Sekolah itu mengunci pintu agar tak ada orang masuk. Dalam obrolan, saya sempat bertanya, _"Apa kelebihan sekolah ini?"_ Kepala Sekolah terlihat berpikir keras selama beberapa menit sampai akhirnya menjawab, _"Ini seperti toko serba ada, semua ada"_. Dari jawaban itu saya baru faham, pantas saja Satpam sekolah ini tak punya _sense of excellent service_, Kepala Sekolahnya saja tak bisa menjelaskan apa _value preposition_ sekolahnya. Kemegahan bangunan, serta berbagai prestasi yang telah diraih, rasanya menjadi tak ada apa-apanya. Karena bukan itu yang membuat kita terkesan, melainkan atmosfir sekolah, _hidden curriculum, culture_.

Perjalanan kami lanjutkan ke sekolah Islam di tengah kampung. Bangunannya kecil sederhana. Pendiri sekolah ini seorang lulusan STM, tetapi mengabdikan separuh hidupnya untuk merumuskan dan menerapkan konsep *sekolah kreatif yang dapat memanusiakan manusia*. Saat ditanya tentang sekolahnya, dengan lancar dia menjelaskan konsep sekolah kreatif yang memberikan kertas besar pada *kreativitas anak dan guru*. Ruang kelas dibuat tanpa daun pintu. Hanya lubang- lubang besar berbentuk kotak, lingkaran, bulan sabit, bintang. Sehingga ketika guru tidak menarik, siswa boleh keluar kapan saja. Tak ada seragam sekolah dan buku pelajaran. Kami duduk di pelataran sekolah sambil menyaksikan keceriaan anak-anak yang tengah bermain. Selama kami duduk, ada tiga orang guru dalam waktu yang berbeda menghampiri menyambut kami dan bertanya, _"Ada yang bisa saya bantu?"_. Saya menangkap semangat melayani para guru tersebut. Mereka ingin memastikan tak ada tamu yang tak dilayani dengan baik. Saat mengamati anak-anak bermain, saya melihat ada seorang anak yang jatuh dan menangis. Saya menebak bahwa guru akan segera membantu. Tetapi tebakan saya salah. Ternyata dua teman sekelasnya datang menghibur dan membantunya untuk berdiri dan memapahnya ke kelas. Saya cukup terkesan. Di sekolah yang sederhana ini saya menangkap aura kebahagiaan dari siswa dan guru-gurunya. Saya tak perlu tahu kurikulum dan sistemnya, saya sudah bisa merasakannya. *Konsep* dan *Visi* pendirinya, ternyata bukan hanya di kertas. Saya bisa melihat dalam praktik. Itulah _hidden curriculum, culture_.

Pada kesempatan lain rekan saya pernah juga terkesan oleh siswa sekolah internasional yang kebanyakan siswanya berkebangsaan Jepang. Saat itu rekan saya akan mengisi acara di depan siswa pukul 10 pagi. Setengah sepuluh aula masih kosong. Tak ada orang, tak ada kursi. Lima belas menit sebelum acara para siswa datang, mengambil kursi lipat dan meletakkannya dalam posisi barisan yang rapi. Seusai acara, setiap siswa kembali melipat kursi dan meletakkannya di tempat penyimpanan, hingga ruangan kembali kosong dan bersih seperti semula. Itulah _culture_.

Dari cerita di atas, saya semakin tidak tertarik pada prestasi apa yang diraih sekolah, semegah apa sebuah sekolah. Saya lebih tertarik bagaimana *budaya sekolah* dibangun dan diterapkan? Banyak sekolah yang menginvestasikan begitu banyak waktu dan pikiran untuk menyabet berbagai penghargaan. Tapi tak banyak yang serius membuat sekolah menjadi berharga dengan *karakter* dan *budi pekerti*. Banyak guru dan pelatih didatangkan untuk memberikan pembinaan tambahan pada siswa agar dapat menang lomba. Tapi sedikit sekali pelatihan _service excellence_ untuk Satpam dan Karyawan. Dinding sekolah dipenuhi foto-foto siswa yang juara ini juara itu, tapi jarang sekali foto seorang siswa dipajang karena dia melakukan sebuah kebaikan. Kehebatan lebih dihargai daripada kebaikan. Prestasi lebih berharga dari budi pekerti.

Kita harus segera mengubah *sistem pendidikan* kita masih berorientasi pada _ta'lîm_ (mengajarkan) menjadi _ta'dîb_ (penanaman adab).

Dalam konsep _compassionate school_, *ta'dîb* harus diterapkan secara menyeluruh (whole school approach) meliputi tiga area:

_pertama_ *SDM* yaitu guru, karyawan, orang-tua, hingga satpam, _kedua_ *kurikulum*, dan yang _ketiga_ *iklim* atau _hidden curriculum_.

Sebuah sekolah bukanlah pabrik yang melahirkan siswa-siswa pintar. Tapi sebuah *lingkungan* yang membuat semua unsur di dalamnya menjadi lebih ber-adab.

Untuk mengukur apakah sebuah sekolah sudah menjadi _compassionate school_ tak serumit standar ISO. Cobalah berinteraksi dengan satpam sekolah, amatilah bagaimana guru beriteraksi, siswa bersikap. Rasakan atmosfirnya. Jika prestasi akademik bisa dilihat di selembar kertas, budi pekerti hanya bisa kita rasakan.

comment