Responsive Banner design

Selamat datang

Bantu like bos...

Arsip Blog

Home » » BOCAH PENJUAL TISSUE

BOCAH PENJUAL TISSUE

Memb, ini salah satu catatan yg sangat gw suka... Simak lagi yukk... Siang di bulan February tiga tahun

lalu, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka mahluk mahluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat.

Tepatnya diatas jembatan penyeberangan setia budi - Jakarta , dua sosok kecil berumur kira kira delapan tahun

menjajakan tissue dengan wadah kantong plastic hitam. Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya

tissue diujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan “Terima kasih Oom !”.

Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk kearah mereka. Kaki - kaki kecil mereka menjelajah lajur lain diatas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki laki itupun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi- lagi sayup sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tampat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok disudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta .

Saya melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu, duapertiga terisi tissue putih berbalut plastic transparan. Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang

wanita, senyum diwajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang manggayut langit Jakarta . “Terima kasih ya mbak .semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah. “Maaf, nggak ada kembaliannya. .ada uang pas nggak mbak ?” mereka menyodorkan kembali uang tersebut.

Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah

mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter. “Oom boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan?” Saya

Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah. “Nggak punya!" tukas saya. Tak lama si wanita berkata “ambil saja kembaliannya, dik !” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya.

Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan dan meletakkannya segenggaman saya yang masih tetap berhenti. Lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang” sudah buat kamu saja, nggak apa..apa ambil saja !”, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. “maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi

saya kembalikan !” Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya.

Tinggallah episode saya dan mereka, uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar ” Om , bisa tunggu ya, saya kebawah dulu untuk tukar uang ketukang ojek!”. “eeh .nggak usah ..nggak usah ..biar aja ..nih !” saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya tapi terus berlari ke

bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, “Nanti dulu Om , biar ditukar dulu ..sebentar ajaa...” “Nggak apa apa , itu buat kalian” Lanjut saya “jangan ..jangan Om , itu uang om sama mbak yang tadi juga” anak itu bersikeras ” Sudah ..saya Ikhlas , mbak tadi juga pasti ikhlas ! saya berusaha meyakinkan, Namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat, secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari kearah saya. ” Ini deh om, kalau kelamaan , maaf ..” ia memberi saya delapan pack tissue. "Buat apa ?” saya terbengong “Habis teman saya lama sih Om , maaf, tukar pakai tissue aja dulu ” walau dikembalikan ia tetap

menolak. Saya tatap wajahnya , perasaan bersalah muncul pada rona mukanya .

Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastic hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana , sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah. ”Terima kasih Om !”

Mereka kembali keujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan.. ” Duit mbak tadi gimana ..? ” Suara kecil yang lain menyahut “Lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin…” percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali kekantor dengan sejuta pelajaran hidup. Ya Allah... Hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain... Dua anak kecil yang bahkan belum baligh , memiliki kemuliaan diumur mereka yang begitu belia. Memb, Engkau hanya semulia yang

kau kerjakan. Bukan apa yg kau kenakan Dan... Memb... (Malu gw ngomongnya) Menjadi bijak bukan karena umur kita bertambah, tapi karena kita memilih untuk menjadi bijak atau tidak.

Saya membandingkan keserakahan saya, yang kadang tak ingin sedikitpun berkurang rizki kita meski dalam rizki itu sebetulnya ada milik orang lain.

0 comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

comment