Dua Bulan yang Berarti
Sebuah kisah dari negeri Cina :
Seorang gadis bernama Mei Fang baru saja menikah dengan seorang duda beranak satu, seorang anak laki-laki usia 8 tahun. Awal pernikahan tampak berbahagia, namun, setelah sebulan mulai terjadi konflik antara Mei Fang dengan anak tirinya. Makin hari konflik makin meruncing hingga membuat suami Mei Fang sedih. Di satu pihak adalah istrinya, tetapi di pihak lain adalah anaknya. Ia tidak bisa memilih salah satu, ia mencintai dua-duanya.
Pada suatu hari, sang anak sakit, sudah tiga hari kondisinya makin memburuk. Akhirnya oleh suami Mei Fang, anak tersebut dibawa ke seorang tabib bernama Tabib Huang. Ketika membawa anaknya, suami Mei Fang bertanya, "Tabib, apakah ada kemungkinan anak saya minum racun?".Tabib Huang terkejut dan bertanya "Memangnya anakmu minum racun?". Suami Mei Fang terdiam dan menitikkan air mata, "Aku kuatir istriku meracuni anakku. IStriku sangat membenci anakku. Anakku ini anak dari istriku terdahulu. Mereka berdua selalu bertengkar dan membuatku sedih", suami Mei Fang memaparkan kekuatirannya.
Tabib Huang lalu memeriksa anak tiri Mei Fang, "Anakmu sakit biasa, bukan karena racun. Anakmu hanya kurang nafsu makan. Ini saya beri obat penguat supaya mau makan banyak", Tabib Huang menjelaskan kepada suami Mei Fang. Suami Mei Fang menjadi gembira. "Katakan kepada istrimu, aku ingin bertemu. Aku akan menasihatinya. Tetapi kamu tidak boleh mencelanya atau menuduhnya meracuni anakmu lagi. Bersyukur saja jika nanti istrimu berubah menjadi baik", Tabib Huang memberikan pesan sekaligus nasihat kepada suami Mei Fang.
Singkat cerita Mei Fang kemudian pergi menemui Tabib Huang. "Apakah kamu meracuni anak tirimu?", tiba-tiba Tabib Huang bertanya dengan pertnyaan yang mengejutkan. "Oh tidak Tabib... saya tidak meracuni anak tiriku. Aku memang membencinya, tetapi aku tidak meracuninya", jawab Mei Fang ketakutan. Dalam hati Mei Fang bertanya-tanya mengapa Tabib Huang menuduhnya demikian? Oh apakah karena singkong yang aku masak itu? Aduh gimana nih? Begitulah Mei Fang kebingungan.
"Mei Fang, usia anak tirimu hanya tersisa dua bulan. Racun itu menggerogoti tubuhnya perlahan-lahan", kata Tabib Huang
"Tetapi aku tidak sengaja meracuninya", jawab Mei Fang menangis.
"Apakah kamu mau dituduh membunuh anak tirimu?", tanya Tabib Huang. Mei Fang menangis.
"Baiklah... sekarang aku akan menasihatimu bagaimana caranya agar suami dan tetanggamu tidak menuduhmu sebagai pembunuh anakmu", kata Tabib Huang
"Aku akan melakukan apa yang Tabib perintahkan", jawab Mei Fang sambil menangis.
"Kamu harus bersikap baik kepada anak tirimu. Selama sakit, mandikan dia. Masakkan masakan yang enak. Berkatalah yang lembut padanya. Sapalah setiap kali ada kesempatan. Bila perlu, kamu bernyanyi untuk menidurkannya", kata Tabib Huang
"Jika sikapmu baik padanya, maka jika sampai saat anakmu meninggal, tidak ada seorang pun yang akan menuduhmu meracuninya", Tabib Huang menambahkan.
Demikianlah Mei Fang melaksanakan perintah Tabib Huang dengan sungguh-sungguh. Setiap pagi ia menyiapkan air hangat untuk memandikan anak tirinya. Ia juga memandikan, memasak masakan yang enak, menyuapinya, bahkan juga menyanyikan agar anak tirinya tertidur. Mei Fang melakukan semua itu dengan sungguh-sungguh. Melihat semua itu, suami Mei Fang menjadi gembira dan bersyukur. Anak tiri Mei Fang pun mulai merasakan kedekatan dan kasih terhadap Mei Fang. Mereka sering bercanda dan menyapa dengan riang. Perlahan-lahan anak tiri Mei Fang sembuh dan bisa bermain di luar rumah. Mei Fang senang melihatnya. Mei Fang terharu ketika ia mendengar anak tirinya bercerita kepada teman-temannya bahwa ibu tirinya adalah ibu terbaik yang ia miliki. Ia juga menceritakan besarnya kasih sayang Mei Fang terhadapnya. Tak terasa air mata Mei Fang mengalir karena bahagia.
Mei Fang hampir saja melupakan kata-kata Tabib Huang yang mengatakan bahwa usia anak tirinya hanya tinggal dua bulan jika saja Mei Fang tidak mendengar percakapan anak tirinya dengan teman-temannya. Mereka sedang membahas apa keinginan mereka sebelum mati.
"Sebelum aku mati, aku ingin menyewa tukang gambar untuk menggambar aku, ayah, dan Ibuku", kata anak tiri Mei Fang
"Ibumu kan sudah meninggal", sahut salah satu temannya
"Aku kan sekarang punya Ibu lagi. Ibu terbaik yang dikirim Tuhan untukku", jawab anak tiri Mei Fang
Mei Fang tiba-tiba teringat bahwa waktu untuk anak tirinya tinggal satu hari lagi. ia segera berlari menemui Tabib Huang sambil menangis terisak-isak. "Tabib.... tolonglah anakku. Aku tidak ingin ia mati. Aku sangat menyayanginya. Lakukan sesuatu agar anakku tidak mati. Aku bersedia mengorbankan nyawaku untuk keselamatannya", isak Mei Fang memohon kepada Tabib Huang. Tabib Huang tersenyum gembira, rencananya berhasil. Ia sudah mampu memberi sarana kepada Mei Fang hingga mampu membuka hati dan mencintai anak tirinya.
"Mei Fang..... sebetulnya anak tirimu tidak keracunan. Yang terjadi, racun itu ada di dalam hatimu. Tetapi, selama dua bulan kamu sudah berusaha dengan sungguh-sungguh membersihkan racun di dalam hatimu, dengan menyayangi anakmu. Sekarang kamu pulang, bawa obat ini untuk penguat tubuh anakmu. Bukan hanya anakmu yang sembuh, tetapi kamu pun sudah sembuh", kata Tabib Huang. Mei Fang sangat gembira. Ia pulang, sesampai di rumah ia memeluk anaknya dengan penuh kegembiraan.
Sahabat,
Sesungguhnya anak hanyalah merespon perlakuan kita. Mereka akan merasakan apakah kita benar-benar menyayanginya ataukah menolaknya. Jika ingin melembutkan hati anak yang terasa keras. Juga untuk menakhlukkan sikap anak yang kadang tak terkendali, ternyata semua bisa dimulai dari diri kita. Perlakukan anak seolah-olah tinggal berusia dua bulan, maka setelah dua bulan, Anda akan merasakan betapa berartinya mereka bagi Anda. Besar kemungkinan anak pun akan mengalami perubahan ke arah lebih baik.
Bagaimana pengalaman Anda? Silakan Berbagi. Like dan Share ya....
Salam Hebat untuk Orangtua Indonesia
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.