Semangat pagi sahabat kak echo.. semoga menginspirasi indonesia
KOPI di DINDING
Sepasang wisatawan asyik menikmati kopi di sebuah kafe terkenal di Venesia, Italia. Tak lama kemudian, datanglah seorang pria paruh baya, duduk di salah satu meja kosong. Ia memanggil pramusaji dan memesan,“Kopi 2 cangkir. Yang 1 utk di dinding”.
Wisatawan merasa heran mendengar kalimat tersebut. Apalagi sang pria kemudian hanya disuguhi 1 cangkir kopi, namun ia membayar utk 2 cangkir.
Segera setelah pria tersebut pergi, si pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan "Segelas Kopi" di dinding kafe.
Suasana kafe kembali hening. Tak lama kemudian masuklah dua orang pria. Kedua pria tersebut pesan 3 cangkir kopi. Dua cangkir di meja, satu lagi utk di dinding. Mereka membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi.
Wisatawan merasa heran mendengar kalimat tersebut. Apalagi sang pria kemudian hanya disuguhi 1 cangkir kopi, namun ia membayar utk 2 cangkir.
Segera setelah pria tersebut pergi, si pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan "Segelas Kopi" di dinding kafe.
Suasana kafe kembali hening. Tak lama kemudian masuklah dua orang pria. Kedua pria tersebut pesan 3 cangkir kopi. Dua cangkir di meja, satu lagi utk di dinding. Mereka membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi.
Lagi-lagi setelah itu pramusaji melakukan hal yg sama, menempelkan kertas bertulis "Segelas Kopi" di dinding.
Pemandangan aneh di kafe sore itu membuat wisatawan heran. Mereka meninggalkan kafe dg menyimpan pertanyaan atas kejadian ganjil yg disaksikannya, namun tidak sempat mengajukan pertanyaan, apa maksud kopi di dinding.
Pemandangan aneh di kafe sore itu membuat wisatawan heran. Mereka meninggalkan kafe dg menyimpan pertanyaan atas kejadian ganjil yg disaksikannya, namun tidak sempat mengajukan pertanyaan, apa maksud kopi di dinding.
Minggu berikutnya, mereka mampir kembali di kafe yg sama. Mereka melihat, seseorang lelaki tua masuk ke dalam kafe. Pakaiannya kumal dan kotor. Setelah duduk ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “Satu cangkir kopi dr dinding".
Pramusaji segera menyuguhkan segelas kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki lusuh tadi lantas pergi tanpa membayar. Tampak si pramusaji menarik satu lembar kertas dr dinding tersebut lalu membuangnya ke tempat sampah.
Pertanyaan wisatawan itu terjawab sudah. Begini rupanya cara penduduk kota ini menolong sesamanya yg kurang beruntung dengan tetap menaruh respek kepada orang yg ditolongnya. Kaum papa bisa menikmati secangkir kopi tanpa perlu merendahkan harga diri utk mengemis secangkir kopi. Bahkan mereka pun tidak perlu tahu siapa yang “mentraktirnya”. Suatu tatanan hidup bermasyarakat yg amat menyentuh, dan mengharukan.
kita tidak bisa hidup lebih baik tanpa memberi dan menerima cinta, perhatian, dan bantuan dr orang lain.
Secangkir kopi di dinding adalah wujud cinta yang ikhlas kepada kaum papa, tanpa menyikapi kaum papa dengan cara arogan: aku memberi kepadamu.
Tidak penting seberapa banyak kita sdh memberi. Lebih penting adalah bagaimana kita memberi.
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.