Responsive Banner design

Selamat datang

Bantu like bos...

Arsip Blog

Cara jadi Reseller

Bagaimana Cara Bisa Jadi Reseller Sesegera Mungkin?

Hei guys, sebelum jadi reseller harus ada beberapa persiapan dulu. Kesalahan fatal karyawan atau mahasiswa yang ingin mulai usaha adalah terburu - buru.

Sehingga cuma semangat aja membara - bara, action ga ada. So, apa sih yang harus disiapkan untuk jadi reseller apalagi besok pendaftaran alona store akan dibuka jam 12.

Simak ya..

1. Tentukan target

Mau punya penghasilan berapa sih dalam sebulan?

Biasanya mulai dari penghasilan 10jt rupiah perbulan. Kalau kita punya target, akan jadi lebih mudah menjalaninya. Serasa punya target dan harus makskmal & tumbuh lebih baik.

2. Punya alasan yang kuat

Coba inget - inget, untuk apa kamu berjuang sekarang? Untuk apa atau siapa? Jawab di komen ya...

Alasan yang kuat dibuat agar disaat kita lagi down, bisa ingat alasan tersebut & jadi lebih kuat lagi. Contoh : alasan saya mau jadi reseller Alona Store karena saya ingin punya income 10jt perbulan. Dalam 1 tahun saya akan bawa orang tua umroh.

Nah disaat cape atau lelah ingat sama alasan tersebut. Bayangin bisa umroh sama ortu.. dijamin lebih semangat lagi jalaninnya..

3. Action bertubi - tubi.

Jangan cuma semangat diawal, semangat harus tetap terjaga selama bertahun - tahun.

Orang kalau semangat diawal ga akan berhasil, maka sering - seringlah baca buku motivasi & inspirasi. Dengarkan youtube pengusaha sukses. Kalau kita selalu positif, kita akan bisa tetep action

Semoga membantu ya !

Tips and Trik jualan online

Yg sebetulnya bisa juga diterapkan dalam jualan offline
Strategi ini sy singkat menjadi strategi P. A. S. A. R

P yg pertama adalah
PLEASURE atau menyenangkan

Yah,  sebagai penjual tentu saja kita harus menyenangkan, bahagia, karena bahagia itu cepat sekali menular ^_^

hanya saja dalam Online kita tidak langsung berhadapan dengan pelanggan

Tapi diwakili oleh percakapan atau chating via messenger BBM,  WHATSAPP,  LINE@, dll

Nah,  utk menyiasati bagaimana agar kita selalu "tampak" bahagia

Kita bisa gunakan emoticon smile  �� Atau  ^_^ Di ahir kalimat

jadi seandainya kita sedang kesal sekali pun menghadapi beragam karakter pelanggan,
Kekesalan kita akan tertutupi oleh emoticon tersebut ^_^

Bagaimana cara mengetahui karakter pelanggan, yah anda bisa pelajari lagi, misalnya dengan NLP,  PERSONALITY PLUS, dll

A yang kedua adalah ASK
atau tanya Dengan bertanya, tingkat closing kita akan meningkat sampai 70%
wow
Seorang TOP SELLER atau yg jago jualan bukan lah yg jago ngomong

Akan tetapi,  pintar menyesuaikan dan yg terpenting "membuat " pelanggan nya yg jago ngomong

Semakin banyak bertanya, kita akan dapat menggali data-data tentang pelanggan

Dan orang memang suka di perhatikan, diketahui detail tentang dirinya
Jika di ibaratkan alat musik gamelan
Pelanggan jadi kendangnya
Kita jadi gong nya

Plak tung plak tung
Gooooong!!
��
Plak tung plak tung
Gooong !!
Tanggapi habis habisan
Jangan sampai percakapan berhenti di kita

contoh..
Pelanggan
"Mba sy mau produk nya dong, harganya berapa?
Kita
"boleh bu silahkan, pilih yg A atau B
TANYA
Karena dia penasaran, koq si mba ini bisa tau yaa..
(padahal kita sudah cek bio'nya di facebook)

S yang ketiga adalah SUPPRESSION
atau mendekati penekanan tapi bukan pemaksaan ^_^

Pepet Habis pokoknya ..

misal pelanggan nya bilang
"mba saya tanya suami dulu yaa .... "
"oke bu.. klo boleh tau berapa lama yaa..
^_^

"mba nunggu gajian yaa.. "
"boleh bu, tapi sekedar info , ini promonya habis sampai besok yaa .. ^_^" dll

A yg ke empat adalah ADDRESS atau alamat

Selalu Tanya alamat lengkap nya
Walau saat itu dia belum beli

nama lengkap
nomor HP
alamat lengkap
atau bahkan
alamat e_mail

Lalu kita bikin database,
Prospek( belum beli)
Buyer (pertama beli)
Customer (sering beli)

bahkan ada cara nyeleneh yg di lakukan teman saya,, 
dia tetap packing pesanan pelanggan walau belum transfer

lalu paket beserta alamat tadi di foto dan di kirim melalui whatsapp nya ^_^

Yaah klo yg ini sih bebas aja terserah anda mau di pakai atau tidak caranya ^_^

Bahkan sekelas raksasa online shop, e-commerce, dll pasti selalu minta utk submit alamat e_mail  anda, betul ��
buat apa sih?

buat yg terahir ini
��
R yang terahir adalah REMINDER
atau mengingatkan

Boleh pakai jurus copy writing..
Now or never,,
Promo satu hari,,
Pre order,,dll

Kesalahan penjual Online adalah berhenti pada proses reminder ke dua, Begitu ditolak, selesai

Padahal kita harus melakukan proses reminder ini minimal 5 kali teman teman ��

Coba anda perhatikan e_mail anda berapa kali Dewa Eka Prayoga mengingatkan anda melalui e_mail

Begitupun yg lain nya, sekelas Rico Huang, Fikry Fatullah, dll Saran saya selalu buka semua e_mail yg masuk,

baca (lahap) sampai habis,,
pelajari pola nya (berapa hari sekali misalnya)
pelajari copy writing nya dll

Dan saat reminder, gunakan kalimat pertanyaan Ya  atau Ya, Bukan Ya atau Tidak

"ibu jadi beli engga?
"engga mba... "
selesai

"ibu transfer kapan?...
"kapan kapan...
Gagal closing

Dan yang terpenting,
Buat selalu pelanggan anda penasaran
Karena *penasaran adalah pemasaran*

Dan satu lagi
Buat pelanggan anda tahu bahwa anda EXIST atau SELALU ADA, jadi beli atau tidak yang penting saat dia mencari produk tertentu

Dia akan ingat nama anda,

Berdamai dengan perubahan

Ini tulisan Rhenald Kasali
Semoga manfaat....

Selamat Datang Sharing Economy  

Senin (14/3) lalu kawasan Balai Kota DKI Jakarta, Istana Negara, dan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika diserbu ribuan pengemudi taksi.

Mereka berdemo menolak kehadiran taksi yang berbasis aplikasi online. Anda pasti bisa dengan mudah menerka penyebabnya. Iya, penghasilan mereka terpangkas akibat hadirnya taksi berbasis aplikasi. Bahkan sebetulnya bukan hanya taksi itu yang membuat penumpang berpindah. Ojek online merebut sebagian pasar taksi konvensional.

Mereka mengeluh, utang setoran ke perusahaan terus bertambah. Padahal, uang yang dibawa pulang untuk makan anak-istri makin turun. Kita tentu prihatin dengan kenyataan tersebut. Apalagi jumlah pengemudi angkutan umum ini tidak sedikit. Seluruhnya bisa mencapai 170.000-an. Sampai di sini Anda mungkin bergumam: mengapa mereka tidak berubah saja? Ke mana para eksekutifnya? Mengapa mereka membiarkan pasarnya digerus para pelaku bisnis online tanpa berupaya melakukan perubahan internal? Tentu semua ini tak akan mudah.

Sampai di sini adagium perubahan kembali berbunyi: kalau rasa sakit manusia itu belum melebihi rasa takutnya, rasanya belum tentu mereka mau berubah. Maaf, pesan ini berlaku buat kita semua, baik yang sedang duka maupun yang masih gembira. Tapi, supaya fair, kita juga mesti melihatnya dari sisi yang lain, yakni pengemudi taksi berbasis aplikasi dan ojek online .

Mereka juga tengah mencari penghasilan untuk mencukupi kebutuhan anak istrinya. Lalu, pelanggannya juga senang memakai taksi berbasis aplikasi karena serasa naik mobil pribadi dan tarifnya pun murah. Begitu selesai langsung turun. Praktis. Tak pakai bayar-bayaran tunai. Bisnis taksi berbasis aplikasi ini juga punya pesaing. Anda bisa klik www.nebeng.com. Iniaplikasi yang juga mempertemukan pemilik kendaraan pribadi dengan mereka yang membutuhkan angkutan ke arah yang sama.

Tarifnya tak kalah bersaing. Misalnya tarif dari Perumahan Vila Nusa Indah di Bekasi ke Jakarta hanya Rp15.000 sekali jalan. Murah! Para pemilik kendaraan yang rela “ditebengi” ini juga ikut andil dalam mengurangi kemacetan di Jakarta. Ketimbang setiap orang naik mobil pribadi, lebih satu mobil dipakai bersama-sama dengan cara nebeng. Jumlah mobil yang masuk ke Jakarta jadi lebih sedikit.

Pertarungan Business Model 

Tapi, mari kita bahas soal perseteruan taksi konvensional vs taksi berbasis aplikasi. Hadirnya taksi berbasis aplikasi, menurut saya, adalah penanda datangnya era crowd business. Apa itu crowd business? Sederhana. Ini bisnis yang kalau Anda mencoba mencari polanya bakal pusing sendiri. Sebab serba tidak jelas. Misalnya, tidak jelas batasan antara produsen dan konsumen. Juga, tidak jelas kreditor dengan debitor.

Siapapun bisa menjadi pemasok Anda, tetapi sekaligus menjadi konsumen Anda. Crowd business kian kencang berputar akibat kemajuan teknologi informasi— yang terutama membuat arus informasi mengalir deras dan sekaligus memangkas biaya-biaya transaksi. Dulu kalau kita mau mencari suatu barang mesti menghabiskan waktu, tenaga dan uang. Kita datang ke beberapa toko, melihat barang, membandingkan harganya, dan melakukan tawar-menawar.

Kalau setuju, baru kita membayar. Kini tidak perlu lagi. Kita cukup berselancar di dunia maya, mencari barang dan membandingkannya, memilih, memesan, lalu membayar. Semuanya bisa dilakukan tanpa kita harus beranjak dari kursi dan dengan biaya nyaris nol. Itu pula yang terjadi dalam perseteruan antara bisnis taksi konvensional vs taksi berbasis aplikasi.

Di bisnis taksi konvensional, kita bukan hanya harus membayar jasa angkutannya, tetapi secara tidak langsung juga mesti menanggung biaya kredit mobilnya, gaji pegawai perusahaan taksinya, biaya listrik dan AC, dan sebagainya. Di bisnis taksi berbasis aplikasi, kita tidak ikut menanggung biaya-biaya tersebut. Jadi, tak mengherankan kalau tarifnya bisa lebih murah. Kolega saya pernah membandingkan.

Untuk rute Cakung ke Halim Perdanakusuma yang samasama di Jakarta Timur, dengan taksi konvensional tarifnya Rp105.000, sementara dengan taksi berbasis aplikasi hanya Rp55.000. Ini jelas pilihan yang mudah buat calon konsumen. Switching cost dalam industri ini amat rendah. Maka terjadilah downshifting. Lalu, bagaimana yang satu bisa lebih mahal ketimbang yang lain? Ini adalah persoalan model bisnis.

Analoginya mirip bisnis penerbangan full service dengan low cost carrier (LCC). LCC mendesain model bisnisnya dengan memangkas berbagai biaya, sehingga tarifnya menjadi lebih murah ketimbang maskapai penerbangan yang full service. Model bisnis inilah yang membuat bisnis taksi era lama bakal segera usang.

Pesaingnya bukan sesama bisnis taksi, melainkan para pembuat aplikasi yang mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen yang membutuhkan jasa angkutan. Selamat datang di peradaban sharing economy. Efisiensi menjadi kenyataan karena kita saling mendayagunakan segala kepemilikan yang tadinya idle dari owning economy.

Berdamai, bukan Menentang 

Kasus serupa bisnis taksi bakal kita jumpai dalam bisnis-bisnis yang lain. Di luar negeri, pangsa pasar bisnis perbankan mulai terganggu oleh hadirnya perusahaan-perusahaan crowd funding. Anda bisa cek ini di www. l e n d i n g c l u b . com. Perusahaan ini mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit ke masyarakat.

Bedanya, proses mendapatkan kreditnya jauh lebih simpel ketimbang perbankan, dan suku bunganya pun lebih murah. Di Indonesia, bisnis ala lending club sudah ada. Anda bisa cek website-nya di www.gandengtangan.org. Memang untuk sementara bisnis yang didanai masih untuk usaha skala UMKM dan social enterprise. Tapi, siapa tahu ke depannya bakal melebar ke mana-mana Di luar negeri, ada www.airbnb.com yang mempertemukan para pemilik rumah pribadi yang ingin menyewakan rumahnya dengan orang-orang yang mencari penginapan.

Soal tarif, jelas lebih murah ketimbang hotel. Lalu, ada juga aplikasi yang mempertemukan para pemilik mobil pribadi dengan calon konsumen angkutan darat. Namanya Lyft. Hadirnya aplikasi ini membuat bisnis taksi tersaingi. Begitulah, kita tak bisa membendung teknologi. Ia akan hadir untuk menghancurkan bisnis bisnis yang sudah mapan—yang tak bisa beradaptasi dengan perubahan.

Persis kata Charles Darwin, "bukan yang terkuat yang akan bertahan, tetapi yang mampu beradaptasi dengan perubahan". Maka, kita harus berdamai dengan perubahan. Bagaimana caranya? Di luar negeri, para pengelola chain hotel berdamai dengan kompetitornya, para pemilik rumah yang siap disewakan melalui jasa www.airbnb.com . Caranya, mereka menjadi pengelola dari rumah-rumah yang bakal disewakan tersebut sehingga ruangan dan layanannya memiliki standar ala hotel.

Belum lama ini saya menikmatinya di sebuah desa di Spanyol Selatan, dan saya puas. Kasus serupa menimpa Lego, perusahaan mainan anak, yang terancam bangkrut pada awal 1990-an. Hadirnya video games membuat anak-anak kita tak berminat lagi dengan batu bata mainan buatan Lego. Namun, perusahaan itu mampu bangkit lagi dengan mengandalkan inovasi dari orangorang di luar perusahaan, atau crowd sourcing. Mereka semua belajar dari model bisnis Kick Starter yang fenomenal. Lego tak melawan perubahan, tetapi berdamai. Saya tidak punya resep khusus bagaimana caranya setiap perusahaan mesti menghadapi perubahan. Intinya jangan menentang. Berdamailah dengan perubahan.

Demikian juga pesan saya kepada bapak Presiden, Menteri Perhubungan, Gubernur DKI, dan Menteri Kominfo. Kita butuh cara baru yang berdamai dengan perubahan.

Sudahkah anda berdamai dengan hp anda? Temukan solusinya dengan paytren

Info lengkap 085736673456

comment