Responsive Banner design

Selamat datang

Bantu like bos...

Arsip Blog

Home » , , » Mayoritas dan Minoritas

Mayoritas dan Minoritas

Jarang orang tahu, di konstitusi sejumlah negara memang ada istilah mayoritas dan minoritas, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di konstitusi Indonesia? Tidak ada. Yang ada hanyalah istilah 'kelompok yang berbeda-beda' dan 'antargolongan'.

Di Indonesia, hari raya semua agama dijadikan hari libur nasional. Tidak masalah apakah itu agama mayoritas atau minoritas. Catat ya, kebijakan seperti ini tidak terjadi di seluruh negara, di negara maju sekalipun.

Fyi, Idul Fitri baru ditetapkan sebagai hari libur di sekolah-sekolah publik di New York mulai 2016. Itu pun setelah melalui perjuangan sekian lama. Studi Columbia University menyebutkan, sekitar 10% pelajar di sekolah publik New York adalah muslim.

Apakah ini berlaku di seluruh AS? Tidak, penetapan hari libur seperti ini hanya berlaku di New York, Vermont, Massachusetts, dan New Jersey. Kalau di Inggris? Idul Fitri bukanlah hari libur nasional di Inggris. Ya, seperti itulah keadaan minoritas Muslim di AS dan Inggris.

Terus, gimana dengan pertumbuhan rumah ibadah si minoritas dan mayoritas di Indonesia? Menurut Jusuf Kalla, dalam rentang waktu 20 tahun, pertumbuhan gereja sebesar 130%, sedangkan masjid hanya 63%. Demikianlah, penganut agama minoritas bisa tumbuh dan berkembang di Indonesia.

Di suatu kesempatan, saya pernah ngobrol dengan Romo Markus, segelintir orang Indonesia yang menjadi pejabat di Tahta Suci Vatikan. Beliau bercerita, saat tiba pertama kalinya di Vatikan, petinggi-petinggi di Vatikan justru memperlihatkan peta Indonesia ke hadapan beliau dan memuji, "Inilah negeri yang paling beragam dan paling toleran di dunia."

Obama pun mengakui itu, apalagi sejak ia melihat langsung keindahan serta keutuhan Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang saat ini jelas-jelas berada di lingkungan Muslim. Ya, Indonesia sudah khatam soal keragaman dan toleransi.

Si mayoritas mengayomi. Si minoritas pun tahu diri. Itulah pesan guru saya dan sepertinya sudah diterapkan di Indonesia. Sejak dulu sampai sekarang. Ingat, di Tanah Jawa dulu yang mayoritas adalah umat Hindu. Tapi aturan tak tertulis 'mengayomi' dan 'tahu diri' ini sudah diamalkan sejak dulu.

Kita bandingkan dengan negeri jiran, Malaysia. Di Malaysia, etnis Melayu (baca: mayoritas) berhak memperoleh kemudahan tertentu untuk kredit usaha, kredit rumah, dan beasiswa. Di Indonesia? Nggak ada pakem seperti itu.

Jadi, jangan lagi kita membuat pernyataan atau gurauan seolah-olah si mayoritas di Indonesia itu mau menang sendiri dan tidak mengayomi. Ngawur tuh. Dan dampaknya sangat buruk bagi kerukunan di negeri ini.

Sekian dari saya, Ippho Santosa. Bantu share ya.

0 comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.

comment