Responsive Banner design

Selamat datang

Bantu like bos...

Arsip Blog

Pelajaran tentang Hidup Sederhana yang bisa Kamu Peroleh dari Seorang Anak



“Wanting less is probably better blessing than having more.” - Mary Ellen Edmunds

Yang dikatakan Mary Ellen Edmunds lewat bukunya ‘You Can Never Get Enough of What You Don’t Need: The Quest for Contentment’ mungkin emang benar adanya. Manusia gak pernah berhenti merasa puas dengan apa yang dimilikinya, kita selalu menginginkan lebih dan lebih. Ane udah pernah mengulas manfaat serta bagaimana memulai gaya hidup minimalis di tengah tuntutan untuk memiliki gaya hidup yang konsumtif dewasa ini.

Nah, selain pelajaran hidup yang bisa diambil orang dewasa dari anak-anak yang Ane bahas sebelumnya, ternyata ada hal lain yang bisa kita pelajari dari mereka, yaitu tentang gaya hidup yang minimalis. Apa makna hidup sederhana yang bisa kita temukan dari anak-anak? Simak sama-sama yuk.




Quote:

1. Seorang teman bermain jauh lebih berharga dari segudang mainan.


Anak-anak sangat menikmati saat mereka bermain bareng teman-temannya, baik itu main kucing-kucingan, petak umpet, atau sekadar main ayunan dan jungkat-jungkit. Saat bersama teman-teman, mereka bisa main gak kenal waktu tanpa bosan. Tapi coba deh kalau mereka terpaksa main sendirian dengan mainannya, mereka pasti jadi cepat bosan.

Hikmah: Hubungan dengan orang lain jauh lebih menarik dan berharga daripada barang-barang milikmu.




Quote:

2. Pakaian itu dikenakan bukan untuk membuat orang terkesan.


Buat apa anak-anak memakai pakaian? Untuk melindungi tubuh mereka dan biar mereka gak kepanasan atau masuk angin. Anak-anak gak pernah tuh pake baju keren-keren cuma buat memikat gadis-gadis atau guru mereka. Mereka bahkan gak kepikiran buat mengikuti mode terbaru hanya untuk membuat orang lain terkesan.

Hikmah: Benda-benda yang kamu miliki seharusnya diperuntukkan sesuai fungsinya, bukan hanya sekadar untuk membuat orang terkessan.




Quote:

3. Rasa sakit paling baik disembuhkan oleh pelukan, bukan mainan baru

Kamu mungkin pernah lihat seorang anak kecil (atau mungkin ingat dirimu sendiri saat kecil) yang menangis gara-gara terjatuh. Lalu, setelah ibunya datang dan memeluknya, tangisnya mereda. Yang dia butuhkan untuk meredakan rasa sakitnya bukanlah mainan baru, tapi sebuah pelukan hangat yang memberi cinta dan rasa aman.

Hikmah: Jangan mencoba meredakan rasa sakit yang kamu alami dalam hidup menggunakan suatu benda, itu gak akan mengobati lukamu. Alih-alih, temukanlah cinta, dukungan, serta perlindungan dari orang-orang dekat.




Quote:

4. Karakter seseorang tidak ada hubungannya dengan benda yang dimilikinya


Anak-anak seusia Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar masih belum mengenal label yang mengkotak-kotakkan manusia yang satu dengan yang lain. Gak ada yang milih-milih teman cuma gara-gara berbeda etnis atau suku. Gak ada yang menilai teman dari pakaian, seberapa mewah rumah yang ditinggali, atau kendaraan yang dipake orang tuanya.

Pakaian mereka seragam, dan mereka memandang satu sama lainnya setara.

Hikmah: Nilailah seseorang bukan dari sekeren apa pakaian atau materi kepunyaannya, tapi nilailah dari hati dan karakter mereka.




Quote:

5. Terlalu banyak mainan di dalam kotak hanya akan menghalangimu mendapatkan yang lebih baik.


Saat seorang anak ulang tahun, mereka suka dihadiahi segunung mainan baru. Awalnya mereka memainkannya dengan gembira. Tapi, lama kelamaan, mainan-mainan itu dibiarkan menumpuk di sudut ruangan dan mereka pun kembali pada mainan lama yang biasa mereka mainkan sebelumnya.

Mainan baru yang kita pikir bisa membuat mereka senang ternyata menghalangi mereka bermain dengan mainan favorit mereka (yang mungkin sudah usang).

Hikmah: Kita mengira memiliki sejumlah materi akan memberikan kegembiraan yang awet bagi hidup kita, tapi seringnya mereka justru menghalangi kita memiliki sesuatau yang lebih bermakna.




Quote:

6. Semakin banyak mainan yang kita mainkan, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membereskannya.


Anak-anak yang dididik buat membereskan mainannya sendiri pasti paham bahwa semakin banyak mainan yang mereka gunakan, semakin lama pula waktu yang diperlukan untuk membereskannya. Kalo dibalik, berarti makin sedikit waktu yang dimiliki untuk menikmati permainannya.

Hikmah: Semakin banyak materi yang kita miliki, semakin banyak tenaga dan waktu yang diperlukan untuk mengurusinya.




Quote:

7. Jalan-jalan lebih asik daripada main game seharian di rumah.


Anak-anak selalu gembira kalau diajak jalan-jalan atau menjelajah tempat baru. Kenapa? Karena video game gak bakal bisa menandingi grafis, pengalaman yang dirasakan pancaindera, atau kedekatan hubungan dengan keluarga saat jalan bareng. Menjelajah dunia memberikan pengalaman nyata yang gak bisa digantikan oleh apapun.

Hikmah: Matikan televisi, itu bukan hidupmu. Keluarlah dan jalani hidup yang sebenarnya, jangan hanya menontonnya lewat layar monitor.



Menjadi dewasa gak serta-merta membuatmu jadi manusia yang superior. Banyak hal yang masih haruss kita pelajari tentang hidup dan kesederhanaan. Dan pelajaran itu bisa datang dari mana aja jika kita cukup jeli menangkap maknanya, termasuk dari anak kecil.

Apakah kamu sudah siap menjalani kehidupan yang sederhana tapi penuh makna?
sumber : http://www.kaskus.co.id/thread/53fbe2cc31e2e67d308b4568

Jangan Sia-siakan Pernikahan Anda

Pada hari pernikahanku, aku menggendong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan apartmen kami. Teman-teman memaksaku menggendong istriku saat keluar dari mobil. Lalu aku menggendongnya ke dalam rumah kami. Dia tersipu malu-malu. Saat itu, aku adalah seorang pengantin pria yang kuat dan bahagia. Dan ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu saat kami menikah.

Hari-hari berikutnya berjalan seperti biasa. Kami memiliki seorang anak, aku bekerja sebagai pengusaha dan berusaha menghasilkan uang lebih. Ketika aset-aset perusahaan meningkat, kasih sayang diantara aku dan istriku sudah mulai menurun.
Istriku seorang pegawai pemerintah. Setiap pagi kami pergi bersama dan pulang hampir di waktu yang bersamaan. Anak kami bersekolah di sekolah asrama. Kehidupan pernikahan kami terlihat sangat bahagia, namun kehidupan yang tenang sepertinya lebih mudah terpengaruh oleh perubahan-perubahan yang tak terduga.

Lalu, Jane datang ke dalam kehidupanku.

Hari itu hari yang cerah. Aku berdiri di balkon yang luas. Jane memelukku dari belakang. Sekali lagi hatiku seperti terbenam di dalam cintanya. Apartmen ini aku belikan untuknya. Lalu Jane berkata, "Kau adalah laki-laki yang pandai memikat wanita." Kata-katanya tiba-tiba mengingatkan ku pada istriku. Ketika kami baru menikah, istriku berkata "Laki-laki sepertimu, ketika sukses nanti, akan memikat banyak wanita." Memikirkan hal ini, aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu, aku telah mengkhianati istriku.

Aku menyampingkan tangan Jane dan berkata, "Kamu perlu memilih beberapa furnitur, ok? Ada yang perlu aku lakukan di perusahaan." Dia terlihat tidak senang, karena aku telah berjanji akan menemaninya melihat-lihat furnitur. Sesaat, pikiran untuk bercerai menjadi semakin jelas walaupun sebelumnya tampak mustahil. Bagaimanapun juga, akan sulit untuk mengatakannya pada istriku. Tidak peduli selembut apapun aku mengatakannya, dia akan sangat terluka. Sejujurnya, dia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam, dia selalu sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk di depan televisi. Makan malam akan segera tersedia. Kemudian kami menonton TV bersama. Hal ini sebelumnya merupakan hiburan bagiku.

Suatu hari aku bertanya pada istriku dengan bercanda, "Kalau misalnya kita bercerai, apa yang akan kamu lakukan?" Dia menatapku beberapa saat tanpa berkata apapun. Kelihatannya dia seorang yang percaya bahwa perceraian tidak akan datang padanya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya ketika nanti dia tahu bahwa aku serius tentang ini.

Ketika istriku datang ke kantorku, Jane langsung pegi keluar. Hampir semua pegawai melihat istriku dengan pandangan simpatik dan mencoba menyembunyikan apa yang sedang terjadi ketika berbicara dengannya. Istriku seperti mendapat sedikit petunjuk. Dia tersenyum dengan lembut kepada bawahan-bawahanku. Tapi aku melihat ada perasaan luka di matanya.

Sekali lagi, Jane berkata padaku, "Sayang, ceraikan dia, ok? Lalu kita akan hidup bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak bisa ragu-ragu lagi. Ketika aku pulang malam itu, istriku sedang menyiapkan makan malam. Aku menggenggam tangannya dan berkata, "Ada yang ingin aku bicarakan." Dia kemudian duduk dan makan dalam diam. Lagi, aku melihat perasaan luka dari matanya.

Tiba-tiba aku tidak bisa membuka mulutku. Tapi aku harus tetap mengatakan ini pada istriku. Aku ingin bercerai. Aku memulai pembicaraan dengan tenang. Dia seperti tidak terganggu dengan kata-kataku, sebaliknya malah bertanya dengan lembut, "Kenapa?"
Aku menghindari pertanyaannya. Hal ini membuatnya marah. Dia melempar sumpit dan berteriak padaku, "Kamu bukan seorang pria!" Malam itu, kami tidak saling bicara. Dia menangis. Aku tahu, dia ingin mencari tahu apa yang sedang terjadi di dalam pernikahan kami. Tapi aku sulit memberikannya jawaban yang memuaskan, bahwa hatiku telah memilih Jane. Aku tidak mencintainya lagi. Aku hanya mengasihaninya!

Dengan perasaan bersalah, aku membuat perjanjian perceraian yang menyatakan bahwa istriku bisa memiliki rumah kami, mobil kami dan 30% aset perusahaanku.
Dia melirik surat itu dan kemudian merobek-robeknya. Wanita yang telah menghabiskan 10 tahun hidupnya denganku telah menjadi seorang yang asing bagiku. Aku menyesal karena telah menyia-nyiakan waktu, daya dan tenaganya tapi aku tidak bisa menarik kembali apa yang telah aku katakan karena aku sangat mencintai Jane. Akhirnya istriku menangis dengan keras di depanku, yang telah aku perkirakan sebelumnya. Bagiku, tangisannya adalah semacam pelepasan. Pikiran tentang perceraian yang telah memenuhi diriku selama beberapa minggu belakangan, sekarang menjadi tampak tegas dan jelas.

Hari berikutnya, aku pulang terlambat dan melihat istriku menulis sesuatu di meja makan. Aku tidak makan malam, tapi langsung tidur dan tertidur dengan cepat karena telah seharian bersama Jane. Ketika aku terbangun, istriku masih disana, menulis. Aku tidak mempedulikannya dan langsung kembali tidur. Paginya, dia menyerahkan syarat perceraiannya: Dia tidak menginginkan apapun dariku, hanya menginginkan perhatian selama sebulan sebelum perceraian. Dia meminta dalam 1 bulan itu kami berdua harus berusaha hidup sebiasa mungkin. Alasannya sederhana, anak kami sedang menghadapi ujian dalam sebulan itu, dan dia tidak mau mengacaukan anak kami dengan perceraian kami. Aku setuju saja dengan permintaannya. Namun dia meminta satu lagi, dia memintaku untuk mengingat bagaimana menggendongnya ketika aku membawanya ke kamar pengantin, di hari pernikahan kami.

Dia memintanya selama 1 bulan setiap hari, aku menggendongnya keluar dari kamar kami, ke pintu depan setiap pagi. Aku pikir dia gila. Aku menerima permintaannya yang aneh karena hanya ingin membuat hari-hari terakhir kebersamaan kami lebih mudah diterima olehnya. Aku memberi tahu Jane tentang syarat perceraian dari istriku. Dia tertawa keras dan berpikir bahwa hal itu berlebihan. "Trik apapun yang dia gunakan, dia harus tetap menghadapi perceraian!" kata Jane, dengan nada menghina.

Istriku dan aku sudah lama tidak melakukan kontak fisik sejak keinginan untuk bercerai mulai terpikirkan olehku. Jadi, ketika aku menggendongnya di hari pertama, kami berdua tampak canggung. Anak kami tepuk tangan di belakang kami. Katanya, "Papa menggendong mama!" Kata-katanya membuat ku merasa terluka. Dari kamar ke ruang tamu, lalu ke pintu depan, aku berjalan sejauh 10 meter, dengan dirinya dipelukanku. Dia menutup mata dan berbisik padaku, "Jangan bilang anak kita mengenai perceraian ini." Aku mengangguk, merasa sedih. Aku menurunkannya di depan pintu. Dia pergi untuk menunggu bus untuk bekerja. Aku sendiri naik mobil ke kantor.

Hari kedua, kami berdua lebih mudah bertindak. Dia bersandar di dadaku. Aku bisa mencium wangi dari pakaiannya. Aku tersadar, sudah lama aku tidak sungguh-sungguh memperhatikan wanita ini. Aku sadar dia sudah tidak muda lagi, ada garis halus di wajahnya, rambutnya memutih. Pernikahan kami telah membuatnya susah. Sesaat aku terheran, apa yang telah aku lakukan padanya.

Hari keempat, ketika aku menggendongnya, aku merasa rasa kedekatan seperti kembali lagi. Wanita ini adalah seorang yang telah memberikan 10 tahun kehidupannya padaku.

Hari kelima dan keenam, aku sadar rasa kedekatan kami semakin bertumbuh. Aku tidak mengatakan ini pada Jane. Seiring berjalannya waktu semakin mudah menggendongnya. Mungkin karena aku rajin berolahraga membuatku semakin kuat.

Satu pagi, istriku sedang memilih pakaian yang dia ingin kenakan. Dia mencoba beberapa pakaian tapi tidak menemukan yang pas. Kemudian dia menghela nafas, "Pakaianku semua jadi besar." Tiba-tiba aku tersadar bahwa dia telah menjadi sangat kurus. Ini lah alasan aku bisa menggendongnya dengan mudah.

Tiba-tiba aku terpukul. Dia telah memendam rasa sakit dan kepahitan yang luar biasa di hatinya. Tanpa sadar aku menyentuh kepalanya.

Anak kami datang saat itu dan berkata, "Pa, sudah waktunya menggendong mama keluar." Bagi anak kami, melihat ayahnya menggendong ibunya keluar telah menjadi arti penting dalam hidupnya. Istriku melambai pada anakku untuk mendekat dan memeluknya erat. Aku mengalihkan wajahku karena takut aku akan berubah pikiran pada saat terakhir. Kemudian aku menggendong istriku, jalan dari kamar, ke ruang tamu, ke pintu depan. Tangannya melingkar di leherku dengan lembut. Aku menggendongnya dengan erat, seperti ketika hari pernikahan kami.

Tapi berat badannya yang ringan membuatku sedih. Pada hari terakhir, ketika aku menggendongnya, sulit sekali bagiku untuk bergerak. Anak kami telah pergi ke sekolah. Aku menggendongnya dengan erat dan berkata, "Aku tidak memperhatikan kalau selama ini kita kurang kedekatan."

Aku pergi ke kantor, keluar cepat dari mobil tanpa mengunci pintunya. Aku takut, penundaan apapun akan mengubah pikiranku. Aku jalan keatas, Jane membuka pintu dan aku berkata padanya, "Maaf, Jane, aku tidak mau perceraian." Dia menatapku, dengan heran menyentuh keningku. "Kamu demam?", tanyanya. Aku menyingkirkan tangannya dari kepalaku. "Maaf, Jane, aku bilang, aku tidak akan bercerai." Kehidupan pernikahanku selama ini membosankan mungkin karena aku dan istriku tidak menilai segala detail kehidupan kami, bukan karena kami tidak saling mencintai. Sekarang aku sadar, sejak aku menggendongnya ke rumahku di hari pernikahan kami, aku harus terus menggendongnya sampai maut memisahkan kami.

Jane seperti tiba-tiba tersadar. Dia menamparku keras kemudian membanting pintu dan lari sambil menangis. Aku turun dan pergi keluar. Di toko bunga, ketika aku berkendara pulang, aku memesan satu buket bunga untuk istriku. Penjual menanyakan padaku apa yang ingin aku tulis di kartunya. Aku tersenyum dan menulis, aku akan menggendongmu setiap pagi sampai maut memisahkan kita.

Sore itu, aku sampai rumah, dengan bunga di tanganku, senyum di wajahku, aku berlari ke kamar atas, hanya untuk menemukan istriku terbaring di tempat tidur, meninggal. Istriku telah melawan kanker selama berbulan-bulan dan aku terlalu sibuk dengan Jane sampai tidak memperhatikannya. Dia tahu dia akan segera meninggal, dan dia ingin menyelamatku dari reaksi negatif apapun dari anak kami, seandainya kami jadi bercerai. Setidaknya, di mata anak kami, aku adalah suami yang penyayang.

Hal-hal kecil di dalam kehidupanmu adalah yang paling penting dalam suatu hubungan. Bukan rumah besar, mobil, properti atau uang di bank. Semua ini menunjang kebahagian tapi tidak bisa memberikan kebahagian itu sendiri. Jadi, carilah waktu untuk menjadi teman bagi pasanganmu, dan lakukan hal-hal yang kecil bersama-sama untuk membangun kedekatan itu. Miliki pernikahan yang sungguh-sungguh dan bahagia.

Ya.. ya, godaan bagi para suami adalah ketika ada orang ketiga (Apalagi ada sekretaris seksi di kantor) . Inget gan,

"Setia dalam pernikahan itu tindakan, setia dalam pacaran itu khayalan"

So, ketika memutuskan ke wanita mana agan akan menaruh cincinnya. Momen itulah agan akan menjalani fase 'Setia sampai mati, atau setia hanya karena rok mini'

comment